PENTINGNYA MEMILIKI SOFT SKILL DALAM DUNIA KERJA

 Awalnya saya tidak terlalu peduli dengan yang namanya softskill. Memang saya cukup sering mendengar istilah itu tapi tetap saja saya tidak begitu aware. Kebetulan saya adalah tipe orang yang menjunjung tinggi kecerdasan atau kemampuan dalam belajar. Pokoknya saya harus selalu mengasah kepintaran saya dalam belajar. Dengan kepintaran yang saya miliki  saya pasti akan diterima kerja di mana pun yang saya mau. Namun saya salah besar !!
Di semester ini saya menerima mata kuliah Interpersonal skill, yaitu mata kuliah yang mengajarkan tentang pentingnya softskill. Barulah saya paham mengenai softskill dan bagaimana pentingnya memiliki softskill apalagi dalam dunia kerja. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana nanti saya akan ada di dunia kerja tanpa bekal softskill yang saya miliki.

Mengutip dari Wikipedia Soft skills adalah istilah sosiologis yang berkaitan dengan seseorang "EQ" (Emotional Intelligence Quotient), kumpulan karakter kepribadian, rahmat sosial, komunikasi, bahasa, kebiasaan pribadi, keramahan, dan optimisme yang menjadi ciri hubungan dengan orang lain. Soft melengkapi keterampilan keterampilan keras (bagian dari seseorang IQ), yang merupakan persyaratan pekerjaan pekerjaan dan banyak kegiatan lainnya.

 

SOFTSKILL DALAM DUNIA KERJA... PENTING!!

Mengapa ?

Dunia kerja percaya bahwa sumber daya manusia yang unggul adalah mereka yang tidak hanya memiliki kemahiran hard skill saja tetapi juga piawai dalam aspek soft skillnya. Dunia pendidikanpun mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill.


Adalah suatu realita bahwa pendidikan di Indonesia lebih memberikan porsi yang lebih besar untuk muatan hard skill, bahkan bisa dikatakan lebih berorientasi pada pembelajaran hard skill saja. Lalu seberapa besar semestinya muatan soft skill dalam kurikulum pendidikan?, kalau mengingat bahwa sebenarnya penentu kesuksesan seseorang itu lebih disebabkan oleh unsur soft skillnya.


Jika berkaca pada realita di atas, pendidikan soft skill tentu menjadi kebutuhan urgen dalam dunia pendidikan. Namun untuk mengubah kurikulum juga bukan hal yang mudah. Pendidik seharusnya memberikan muatan-muatan pendidikan soft skill pada proses pembelajarannya. Sayangnya, tidak semua pendidik mampu memahami dan menerapkannya. Lalu siapa yang harus melakukannya? Pentingnya penerapan pendidikan soft skill idealnya bukan saja hanya untuk anak didik saja, tetapi juga bagi pendidik.



Apa ?


Konsep tentang soft skill sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence). Soft skill sendiri diartikan sebagai kemampuan diluar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal.


Secara garis besar soft skill bisa digolongkan ke dalam dua kategori : intrapersonal dan interpersonal skill.

Intrapersonal skill mencakup : self awareness (self confident, self assessment, trait & preference, emotional awareness) dan self skill ( improvement, self control, trust, worthiness, time/source management, proactivity, conscience). 


Sedangkan interpersonal skill mencakup social awareness (political awareness, developing others, leveraging diversity, service orientation, empathy dan social skill (leadership,influence, communication, conflict management, cooperation, team work, synergy)

Pada proses rekrutasi karyawan, kompetensi teknis dan akademis (hard skill) lebih mudah diseleksi. Kompetensi ini dapat langsung dilihat pada daftar riwayat hidup, pengalaman kerja, indeks prestasi dan ketrampilan yang dikuasai. Sedangkan untuk soft skill biasanya dievaluasi oleh psikolog melalui psikotes dan wawancara mendalam. Interpretasi hasil psikotes, meskipun tidak dijamin 100% benar namun sangat membantu perusahaan dalam menempatkan ‘the right person in the right place’.


Hampir semua perusahaan dewasa ini mensyaratkan adanya kombinasi yang sesuai antara hard skill dan soft skill, apapun posisi karyawannya. Di kalangan para praktisi SDM, pendekatan ala hard skill saja kini sudah ditinggalkan. Percuma jika hard skill oke, tetapi soft skillnya buruk. Hal ini bisa dilihat pada iklan-iklan lowongan kerja berbagai perusahaan yang juga mensyaratkan kemampuan soft skill, seperi team work, kemampuan komunikasi, dan interpersonal relationship, dalam job requirementnya. Saat rekrutasi karyawan, perusahaan cenderung memilih calon yang memiliki kepribadian lebih baik meskipun hard skillnya lebih rendah. Alasannya sederhana : memberikan pelatihan ketrampilan jauh lebih mudah daripada pembentukan karakter. Bahkan kemudian muncul tren dalam strategi rekrutasi „ Recruit for Attitude, Train for Skill“.


Hal tersebut menunjukkan bahwa : hard skill merupakan faktor penting dalam bekerja, namun keberhasilan seseorang dalam bekerja biasanya lebih ditentukan oleh soft skillnya yang baik.

Psikolog kawakan, David McClelland bahkan berani berkata bahwa faktor utama keberhasilan para eksekutif muda dunia adalah kepercayaan diri, daya adaptasi, kepemimpinan dan kemampuan mempengaruhi orang lain. Yang tak lain dan tak bukan merupakan soft skill.


Bagaimana ?


Para ahli manajemen percaya bahwa bila ada dua orang dengan bekal hard skill yang sama, maka yang akan menang dan sukses di masa depan adalah dia yang memiliki soft skill lebih baik. Mereka adalah benar-benar sumber daya manusia unggul, yang tidak hanya semata memiliki hard skill baik tetapi juga didukung oleh soft skill yang tangguh.


Pada posisi bawah, seorang karyawan tidak banyak menghadapai masalah yang berkaitan dengan soft skill. Masalah soft skill biasanya menjadi lebih kompleks ketika seseorang berada di posisi manajerial atau ketika dia harus berinteraksi dengan banyak orang. Semakin tinggi posisi manajerial seseorang di dalam piramida organisasi, maka soft skill menjadi semakin penting baginya. Pada posisi ini dia akan dituntut untuk berinteraksi dan mengelola berbagai orang dengan berbagai karakter kepribadian. Saat itulah kecerdasan emosionalnya diuji.


Umumnya kelemahan dibidang soft skill berupa karakter yang melekat pada diri seseorang. Butuh usaha keras untuk mengubahnya. Namun demikian soft skill bukan sesuatu yang stagnan. Kemampuan ini bisa diasah dan ditingkatkan seiring dengan pengalaman kerja. Ada banyak cara meningkatkan soft skill. Salah satunya melalui learning by doing. Selain itu soft skill juga bisa diasah dan ditingkatkan dengan cara mengikuti pelatihan-pelatihan maupun seminar-seminar manajemen. Meskipun, satu cara ampuh untuk meningkatkan soft skill adalah dengan berinteraksi dan melakukan aktivitas dengan orang lain.



Pentingnya Belajar Softskil
Berikut ini adalah contoh Softskill :
1. kemampuan berkomunikasi 
Komunikasi secara umum didefinisikan sebagai "menanamkan atau pertukaran pikiran, pendapat, atau informasi melalui pidato, menulis, atau tanda-tanda". Meskipun ada yang namanya komunikasi satu arah, komunikasi dapat dirasakan lebih baik sebagai proses dua arah yang di dalamnya ada pertukaran dan perkembangan pikiran.
Komunikasi adalah dasar yang paling kuat dalam interaksi di setiap lingkungan seperti sekolah, kampus dan sebagainya.

2.manajemen konflik

sebagai mahasiswa akan sangat diperlukan kemampuan dalam menangani masalah yang sering muncul dalam setiapa aspek kehidupan.


3.kemampuan bekerja sama dengan team
ternyata kemampuan ini sangat besar andilnya dalam lingkungan kerja. Banyak diantara mahasiswa yang cenderung berpikir bisa bekerja sendiri tanpa melibatkan oranglain padahal pemahaman ini sangat salah. Di lingkungan kampus kemampuan ini diasah melalui kerja kelompok.


4.pengambilan keputusan
dalam kondisi yang mendesak kemampuan ini sangat diperlukan. Untuk kondisi tertentu kemampuan ini harus dibuat walaupun terkadang mengesampingkan prosedur atau aturan yang baku yang telah disepakati bersama.
Contohnya dalam bidang kedokteran menyelamatkan ibu atau bayinya.

5. Negoisasi

Negosiasi adalah suatu dialog dimaksudkan untuk menyelesaikan perselisihan, untuk menghasilkan kesepakatan atas tindakan, untuk tawar-menawar untuk keuntungan individual atau kolektif, atau hasil kerajinan untuk memuaskan berbagai kepentingan. Ini adalah metode utama alternatif penyelesaian sengketa.
Dengan tulisan ini setidaknya telah menambah pengetahuan saya tentang pentingnya soft sklill dan berharap hal ini dibaca oleh mahsiswa yang sedang menempuh pendidikannya.
Referensi : wikipedia


Pentingnya Softskill bagi saya mahasiswa..
Soft skill merupakan keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain maupun dirinya sendiri.
Oleh karena itu, peningkatan kompetensi lulusan berbasis soft skills sangat dibutuhkan. Apabila hal ini tercapai maka kebutuhan para pengguna lulusan perguruan tinggi di dunia kerja yang berorientasi produktivitas tinggi akan terpenuhi. Selain itu perbaikan karakter bangsa melalui profesionalisme di segala bidang bisa terpenuhi. Dengan demikian bisa meningkatkan kesiapan kita dalam menghadapi persaingan di pasar bebas. Hal ini bisa dicapai dengan pengaplikasian soft skill ke dalam perkuliahan.
Menurut beberapa penelitian, baik di dalam maupun di luar negeri diperoleh fakta bahwa untuk meraih suatu kesuksesan ada karakter khusus (soft skill) yang harus dikuasai. Beberapa diantaranya yaitu: mampu bekerja sama, motivasi kerja yang tinggi, bertanggung jawab, dapat mengatasi masalah dengan baik, Jujur, mempunyai kepercayaan diri, ketrampilan berkomunikasi dll.
Saat ini angka pengangguran lulusan perguruan tinggi semakin meningkat . Menurut Ketua Umum Kadin Jawa Timur, Erlangga Satriagung, lapangan kerja rata-rata hanya menyerap 37 persen lulusan perguruan tinggi. Data dari Depdiknas menyebutkan hampir sejuta lulusan perguruan tinggi pada 2009 ini masih belum memiliki pekerjaan. Selain itu kami juga melihat bahwa banyak lulusan UM yang kesulitan mencari kerja. Hal ini tidak terlepas dari rendahnya kualitas lulusan perguruan tinggi saat ini. Kalangan industri menginginkan lulusan yang tangguh, jujur, tidak cepat bosan, bisa bekerja teamwork, juga terampil berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Banyak terdapat lulusan yang pintar, tetapi tidak bisa bekerjasama dengan orang lain. Atau hebat dalam hal perencanaan, tetapi tidak bisa meyakinkan ide hebat itu kepada orang lain.
Dari masalah-masalah di atas ada kecenderungan bahwa materi yang diberikan di bangku kuliah tidak sepenuhnya serasi dengan kebutuhan di lapangan kerja. Sebagian besar materi hanya berupa keterampilan keras (hard Skill). Padahal, bukti-bukti menunjukkan penentu kesuksesan justru kebanyakan adalah keahlian yang tergolong lunak (soft skill). 
Para pengguna tenaga kerja sarjana seringkali mengeluhkan bahwa kebanyakan nilai kualitas lulusan perguruan tinggi itu payah. Kata “payah”, bisa berarti sarjana sekarang tidak tangguh, cepat bosan, bertabiat seperti kutu loncat, tidak dapat bekerja sama, kurang jujur, tidak memiliki integritas, dan kurang rasa humor.
Ada lagi yang mengatakan, sarjana saat ini banyak yang suka “muntaber” alias mundur tanpa berita. Maksudnya, jika mereka sudah teken kontrak dua tahun, baru enam bulan sudah bosan, tidak tahan menghadapi dunia kerja. Masih bagus, kalau mereka mundur memberi tahu pimpinan. Yang banyak, mereka pergi begitu saja tanpa pemberitahuan alias “muntaber”. Demikian menurut hasil penelitian Illah Sailah, peneliti dari Ditjen Dikti Depdiknas dan dosen senior IPB.
Tampaknya, apa yang diberikan di bangku kuliah tidak lagi sesuai dengan apa yang dibutuhkan di lapangan kerja. Sebagian besar menu yang disajikan, boleh dibilang berupa keterampilan keras (hard skills). Padahal, banyak bukti yang menunjukkan bahwa penentu kesuksesan justru keahlian yang tergolong lunak (soft skills).
Ketidakseimbangan itu, tentu saja perlu segera diatasi, antara lain dengan memberikan bobot yang lebih kepada pengembangan soft skills. Para pendidik, khususnya pendidikan tinggi, diharapkan mengembangkan soft skills, baik melalui intrakurikulum maupun kegiatan ko/ekstrakurikuler. Peningkatan kompetensi lulusan berbasis soft skills sangat mendesak, karena, pertama, untuk memenuhi kebutuhan para pengguna lulusan perguruan tinggi di dunia kerja dengan orientasi produktivitas tinggi.
Kedua, untuk mewarnai dunia kerja ke arah perbaikan karakter bangsa. Hal itu diperlukan dengan alasan, fakta bahwa sejak dahulu belum terwujud kejayaan bangsa di bidang ekonomi, hukum, politik, dan moral. Ratusan ribu sarjana ekonomi dihasilkan tiap tahun, namun ekonomi masih belum membaik. Begitu pula ratusan ribu sarjana hukum dihasilkan tiap tahun, tetapi hukum masih belum menemukan bentuk, dan seterusnya.
sumber : dari berbagai sumber 


  
Did we know???
Hasil penelitian menunjukkan , justru soft skill yang menentukan kesuksesan seseorang dalam kepemimpinan suatu bisnis. Seperti artikel pada CPA Journal yang mengemukakan bahwa 20% kesuksesan seseorang diperkirakan berasal dari intelegensia yaitu kemampuan untuk belajar dan memahami. Sementara itu, 80% sisanya berasal dari kemampuan untuk memahami diri sendiri dan berinteraksi dengan orang lain.


Ada pelajaran menarik dari buku Lesson from The Top karya Neff dan Citrin (1999). Pada tahap pertama, penulis buku itun meminta kepada sekitar 500 orang (CEO dari berbagai perusahaan, LSM, dan dekan/rektor perguruan tinggi) agar menominasikan 50 nama orang yang dianggap tersukses di AS. Mereka antara lain Jack Welch (General Electric), Bill Gates (Microsoft), Andy Grove (Intel), Lou Gerstner (IBM), Michael Dell (Dell Computer), Mike Armstrong (AT&T), John Chambers (Cisco System), dan Frederick Smith (Federal Express).


Tahap berikutnya, penulis buku itu mewawancarai 50 orang terpilih tersebut. Selain memuat hasil wawancara, buku itu juga menampilkan satu bab simpulan yang memuat 10 kiat sukses yang menurut 50 orang tersebut paling penting.
Sepuluh kiat sukses itu, kebanyakan menyebutkan pentingnya memiliki keterampilan lunak sebagai syarat sukses di dunia kerja. Mereka juga sepakat, yang paling menentukan kesuksesan bukanlah keterampilan teknis, melainkan kualitas diri yang termasuk dalam kategori soft skills atau keterampilan berhubungan dengan orang lain (people skills).
Sepuluh kiat sukses ke-50 orang sukses tersebut adalah:


pertama, nafsu yakni unsur dalam kecerdasan emosional yang merupakan kiat sukses, yang meliputi gairah atau semangat membara.
Kedua, intellegence quotient thinking (IQ). Indikatornya kemampuan menghitung, menganalisis, mendesain, berwawasan, berpengetahuan luas, membuat model, dan kritis. Ketiga, kemampuan berkomunikasi dalam mengembangkan/ membangkitkan diri dan mengembangkan orang lain. Keempat, kesehatan dan energi tinggi, meliputi kemampuan menjaga stamina fisik dan kesehatan organ-organ tubuh.
Kelima, kecerdasan spiritual. Kecerdasan itu di AS masih menduduki urutan tinggi dalam mendukung sukses. Kecerdasan spiritual mampu menjawab untuk apa dia hidup, mau ke mana setelah hidup, dan apa yang ditargetkan setelah kehidupan ini. Orang yang mempunyai kecerdasan itu akan berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan dan menyejahterakan orang sebanyak mungkin, bukan justru membuat orang lain menderita. Keenam, kreatif dan inovatif. Ketujuh, rendah hati. Kedelapan, selalu bersikap positif. Kesembilan, hidup dalam keluarga yang harmonis; dan kesepuluh, fokus dan mengerjakan yang benar.
Kesepuluh indikator sukses tersebut merupakan kecerdasan holistik yang harus disiapkan. Tampaknya, nilai spiritualitas dan aspek moral tidak kalah pentingnya, yang terangkum ke dalam delapan soft skills dan dua hard skills (nomor dua dan empat). Jadi, syarat yang harus dipenuhi lebih banyak unsur soft skills.


Oleh karena itu, tak dapat disangkal lagi bahwa communication dan interpersonal skill merupakan syarat terpenting untuk sukses di profesi manapun. Komunikasi merupakan sesuatu yang selalu kita lakukan baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Komunikasi juga mengambil peranan penting dalam team working skill. Jika kita tidak dapat bekerja sama dengan baik dengan orang-orang lain di dalam organisasi, maka tujuan akan semakin sulit untuk dicapai.
Sumber: vibiznews.com, Wikipedia, Blog, dll.  




Karena sesungguhnya ketika saya memiliki softskill yang baik maka saya bisa menerapkan / mengaplikasikan segala ilmu yang saya punya. Dengan softskill saya mampu beradaptasi dengan lingkungan baru didunia kerja nanti,  berkomunikasi dengan orang baru, mampu bekerja sama dengan tim (teamwork), sukses dalam bernegosiasi, mampu memecahkan konflik, serta  mampu dan berani dalam pengambilan keputusan. Artinya ketika saya tidak mampu melakukan hal-hal tersebut di atas sama saja dengan  ilmu yang saya punya tidak berguna karena saya tidak bisa membagikannya dengan orang lain.


http://putrimeylaniep.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Proposal Tesis Pendidikan

MODEL-MODEL DESAIN INSTRUKSIONAL

PEMIMPIN YANG SUPER (SUPER LEADERSHIP)