TEKNIK PENULISAN BERITA MEDIA TELEVISI
Oleh: Ahmad Taufiq MA
Memilih Format Berita TV
Berita
di media televisi dapat disampaikan dalam berbagai format. Untuk
menentukan format mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa
faktor. Faktor-faktor itu antara lain:
1. Ketersediaan gambar.
Jika gambar yang dimiliki sangat terbatas, reporter sulit menulis
naskah berita yang panjang. Maka berita dibuat dalam format lebih
singkat dan padat, atau dibuat dalam format tanpa gambar sama sekali.
2. Momen terjadinya peristiwa atau perkembangan peristiwa yang akan diberitakan.
Perkembangan terkini dari suatu peristiwa baru sampai ke produser,
ketika siaran berita sedang berlangsung. Sedangkan perkembangan itu
terlalu penting untuk diabaikan. Jika ditunda terlalu lama, perkembangan
terbaru pun menjadi basi, atau stasiun TV lain (kompetitor) akan
menayangkannya terlebih dahulu.
Format-format Berita
Format-format berita itu antara lain:
1. Reader
Ini adalah format berita TV yang paling sederhana, hanya berupa lead in
yang dibaca presenter. Berita ini sama sekali tidak memiliki gambar
ataupun grafik. Hal ini dapat terjadi karena naskah berita dibuat begitu
dekat dengan saat deadline, dan tidak sempat dipadukan dengan gambar.
Bisa
juga, karena perkembangan peristiwa baru sampai ke tangan redaksi,
ketika siaran berita sedang berlangsung. Maka perkembangan terbaru ini
pun disisipkan di tengah program siaran. Beritanya dapat berhubungan
atau tidak berhubungan dengan berita yang sedang ditayangkan. Reader biasanya sangat singkat. Durasi maksimalnya 30 detik.
2. Voice Over (VO)
Voice Over
(VO) adalah format berita TV yang lead in dan tubuh beritanya dibacakan
oleh presenter seluruhnya. Ketika presenter membaca tubuh berita,
gambar pun disisipkan sesuai dengan konteks isi narasi.
3. Natsound (natural sound, suara lingkungan)
Natsound (natural sound,
suara lingkungan) yang terekam dalam gambar bisa dihilangkan. Tetapi,
biasanya natsound tetap dipertahankan, untuk membangun suasana dari
peristiwa yang diberitakan. Sebelum menulis naskah berita, tentu
Reporter harus melihat dulu gambar yang sudah diperoleh, karena tetap
saja narasi yang ditulis harus cocok dengan visual yang ditayangkan. VO
durasinya sangat singkat (20-30 detik).
3. Voice Over – Grafik
VO-Grafik
adalah format berita TV yang lead in dan tubuh beritanya dibacakan oleh
presenter seluruhnya. Namun, ketika presenter membaca tubuh berita,
tidak ada gambar yang menyertainya kecuali hanya grafik atau tulisan.
Hal ini mungkin terpaksa dilakukan karena peristiwa yang diliput sedang
berlangsung dan redaksi belum menerima kiriman gambar peliputan yang
bisa ditayangkan.
4. Sound on Tape (SOT)
Sound on Tape (SOT) adalah format berita TV yang hanya berisi lead in dan soundbite dari narasumber. Presenter hanya membacakan lead in berita, kemudian disusul oleh pernyataan narasumber (soundbite).
Format
berita ini dipilih jika pernyataan narasumber dianggap lebih penting
ditonjolkan daripada disusun dalam bentuk narasi. Pernyataan yang
dipilih untuk SOT sebaiknya yang amat penting atau dramatis, bukan yang
datar-datar saja. Format SOT ini bisa bersifat sebagai pelengkap dari
berita yang baru saja ditayangkan sebelumnya, atau bisa juga berdiri
sendiri. Durasi SOT disesuaikan dengan kebutuhan, tapi biasanya maksimal
satu menit.
5. Voice Over – Sound on Tape (VO-SOT)
VO-SOT adalah format berita TV yang memadukan voice over (VO) dan sound on tape (SOT). Leadin dan isi tubuh berita dibacakan presenter. Lalu di akhir berita dimunculkan soundbite
dari narasumber sebagai pelengkap dari berita yang telah dibacakan
sebelumnya. Format VO-SOT dipilih jika gambar yang ada kurang menarik
atau kurang dramatis, namun ada pernyataan narasumber yang perlu
ditonjolkan untuk melengkapi narasi pada akhir berita. Total durasi
diharapkan tak lebih dari 60 detik, di mana sekitar 40 detik untuk VO
dan 20 detik untuk soundbite.
6. Package (PKG)
Package
adalah format berita TV yang hanya lead in-nya yang dibacakan oleh
presenter, tetapi isi berita merupakan paket terpisah, yang ditayangkan
begitu presenter selesai membaca lead in. Paket berita sudah dikemas
jadi satu kesatuan yang utuh dan serasi antara gambar, narasi, soundbite, dan bahkan grafis. Lazimnya tubuh berita ditutup dengan narasi.
Format
ini dipilih jika data yang diperoleh sudah lengkap, juga gambarnya
dianggap cukup menarik dan dramatis. Kalau dirasa penting, reporter
dapat muncul dalam paket berita tersebut (stand up) pada awal atau akhir berita. Durasi maksimal total sekitar 2 menit 30 detik.
7. Live on Cam.
Live on Cam
adalah format berita TV yang disiarkan langsung dari lapangan atau
lokasi peliputan. Sebelum reporter di lapangan menyampaikan laporan,
presenter lebih dulu membacakan lead in dan kemudian ia memanggil
reporter, di lapangan untuk menyampaikan hasil liputannya secara
lengkap. Laporan ini juga bisa disisipi gambar yang relevan.
Karena
siaran langsung memerlukan biaya telekomunikasi yang mahal, tidak semua
berita perlu disiarkan secara langsung. Format ini dipilih jika nilai
beritanya amat penting, luar biasa, dan peristiwanya masih berlangsung.
Jika peristiwanya sudah berlangsung, perlu ada bukti-bukti yang
ditunjukkan langsung kepada pemirsa. Durasinya disesuaikan dengan
kebutuhan.
8. Live on Tape (LOT)
Live on Tape adalah format berita TV yang direkam secara langsung di tempat kejadian, namun siarannya ditunda (delay). Jadi, reporter merekam dan menyusun laporannya di tempat peliputan, dan penyiarannya baru dilakukan kemudian.
Format
berita ini dipilih untuk menunjukkan bahwa reporter hadir di tempat
peristiwa. Namun, siaran tak bisa dilakukan secara langsung karena
pertimbangan teknis dan biaya. Meski siarannya ditunda, aktualitas tetap
harus terjaga. Durasi bisa disesuaikan dengan kebutuhan, namun biasanya
lebih singkat dari format Live on Cam.
9. Live by Phone
Live by Phone
adalah format berita TV yang disiarkan secara langsung dari tempat
peristiwa dengan menggunakan telepon ke studio. Lead in berita dibacakan
presenter, dan kemudian ia memanggil reporter yang ada di lapangan
untuk menyampaikan laporannya. Wajah reporter dan peta lokasi peristiwa
biasanya dimunculkan dalam bentuk grafis. Jika tersedia, bisa juga
disisipkan gambar peristiwa sebelumnya.
10. Phone Record
Phone Record adalah format berita TV yang direkam secara langsung dari lokasi reporter meliput, tetapi penyiarannya dilakukan secara tunda (delay). Format ini sebetulnya hampir sama dengan Live by Phone,
hanya teknis penyiarannya secara tunda. Format ini jarang digunakan,
dan biasanya hanya digunakan jika diperkirakan akan ada gangguan teknis
saat berita dilaporkan secara langsung.
11. Visual News
Visual News adalah format berita TV yang hanya menayangkan (rolling)
gambar-gambar yang menarik dan dramatis. Presenter cukup membacakan
lead in, dan kemudian visual ditayangkan tanpa tambahan narasi apa pun,
seperti apa adanya. Format ini bisa dipilih jika gambarnya menarik,
memiliki natural sound yang dramatis (misalnya: suara jeritan orang
ketika terjadi bencana alam atau kerusuhan, dan sebagainya). Contoh
berita yang layak menggunakan format ini: menit-menit pertama terjadinya
bencana Tsunami di Aceh.
12. Vox Pop
Vox pop (dari bahasa Latin, vox populi) berarti “suara rakyat.” Vox pop
bukanlah format berita, namun biasa digunakan untuk melengkapi format
berita yang ada. Isinya biasanya adalah komentar atau opini dari
masyarakat tentang suatu isyu tertentu. Misalnya, apakah mereka setuju
jika pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Jumlah
narasumber yang diwawancarai sekitar 4-5 orang, dan diusahakan mewakili
berbagai kalangan (tua, muda, laki-laki, perempuan, kaya, miskin, dan
sebagainya). Durasi vox pop sebaiknya singkat saja dan langsung menjawab pertanyaan yang diajukan.
Struktur Penulisan Berita TV
Ada
perbedaan besar antara menulis naskah berita untuk didengar (dengan
telinga) dan menulis untuk dibaca (dengan mata). Narasi berita televisi
yang baik memiliki awal (pembuka), pertengahan, dan akhir (penutup).
Masing-masing bagian ini memiliki maksud tertentu.
1. Awal (pembuka)
Setiap naskah berita membutuhkan suatu pengait (hook)
atau titik awal, yang memberikan fokus yang jelas kepada pemirsa. Awal
dari tulisan memberitahu pemirsa tentang esensi atau pokok dari berita
yang mau disampaikan. Hal ini memberi suatu fokus dan alasan pada
pemirsa untuk tertarik dan mau menyimak berita yang akan disampaikan.
2. Pertengahan
Karena
semua rincian cerita tak bisa dijejalkan di kalimat-kalimat pertama,
cerita dikembangkan di bagian pertengahan naskah. Bagian tengah ini
memberi rincian dari Lead dan menjawab hal-hal yang ingin diketahui oleh
pemirsa. Untuk memudahkan pemirsa dalam menangkap isi berita, sebaiknya
kita membatasi diri pada dua atau tiga hal penting saja di bagian
tengah ini.
3. Akhir (penutup)
Jangan
akhiri naskah berita tanpa kesimpulan. Rangkumlah dengan mengulang
butir terpenting dari berita itu, manfaatnya bagi pemirsa, atau
perkembangan peristiwa yang diharapkan akan terjadi.
Rumus 5 C
Dalam Penulisan Berita di Media TV, harus diperhatikan rumus 5 C, yaitu:
1. Conversational
Ketika
menulis naskah berita untuk media televisi, kita menulis untuk
didengar. Ingat, televisi adalah media audio-visual, bukan media cetak.
Pemirsa kita melihat (gambar/visual) dan mendengar (suara/audio), bukan
membaca naskah berita seperti membaca koran.
Kelemahan
media televisi adalah berita yang ditayangkan di layar televisi umumnya
hanya muncul satu kali. Jika pemirsa tidak bisa menangkap isi berita
pada tayangan pertama, ia tak punya peluang untuk minta diulang. Kecuali
mungkin untuk berita yang dianggap sangat penting, sehingga dari waktu
ke waktu selalu diulang dan perkembangannya di-update oleh stasiun TV
bersangkutan.
Keterbatasan
tersebut berlaku untuk media TV konvensional. Namun, saat ini sudah
muncul jenis media TV yang tidak konvensional. Sekarang di sejumlah
negara maju sudah mulai diperkenalkan IPTV (internet protocol television),
yang bersifat interaktif. Pemirsa yang berminat bisa mengulang bagian
dari tayangan TV yang ia inginkan, tentunya dengan membayar biaya
tertentu.
Namun,
IPTV mensyaratkan adanya infrastruktur telekomunikasi pita lebar yang
canggih dan mahal, yang saat ini belum tersedia di Indonesia. Dalam dua
atau tiga tahun ke depan (katakanlah sampai tahun 2010), tampaknya
infrastruktur semacam ini juga belum siap untuk mewujudkan kehadiran
IPTV di Indonesia. Jadi, dalam pembahasan teknik penulisan naskah
berita, kita mengasumsikan, media televisi di Indonesia sampai tahun
2010 masih akan bersifat konvensional.
Untuk
media televisi yang konvensional, sebuah tayangan berita tidak bisa
disimak dan dibaca berulang-ulang seperti kita membaca koran. Pemirsa
hanya punya satu kesempatan untuk menangkap isi berita Anda. Oleh karena
itu, berita di TV dibuat dengan gaya bahasa bertutur, seperti
percakapan sehari-hari, karena ini adalah gaya bahasa yang paling akrab
dan biasa didengar orang. Tulislah naskah berita seperti gaya orang
berbicara.
Misalnya,
dalam percakapan sehari-hari, kita amat jarang menggunakan kalimat yang
berpanjang-panjang, atau memiliki anak-anak kalimat. Namun, meskipun
berita di TV menggunakan gaya bahasa bertutur, tata bahasanya tetap
harus benar.
2. Clear
Batasi
kalimat untuk satu gagasan saja. Hal ini akan memudahkan para pendengar
untuk menangkap dan memahami isi berita. Jangan menggunakan bahasa
jargon atau slang, yang hanya dikenal kalangan tertentu. Hindari susunan kalimat yang rumit.
Atribusi
untuk narasumber disampaikan lebih dulu sebelum pernyataannya, dan
bukan sebaliknya. Hal ini untuk menghindarkan kebingungan di pihak
pemirsa, dalam membedakan mana narasi dari si reporter dan mana opini
dari si narasumber. Ini bertolak belakang dengan praktik yang biasa
dilakukan di media cetak.
Jangan
menggunakan terlalu banyak angka. Penyebutan angka-angka sulit
ditangkap oleh pemirsa ketika mendengarkan berita. Buatlah angka itu
mudah dimengerti. Jangan menempatkan angka di awal kalimat, karena bisa
membingungkan.
3. Concise
Gunakan
kalimat-kalimat yang bersifat pernyataan (deklaratif). Tulislah
kalimat-kalimat yang pendek. Menurut hasil riset, kalimat pendek lebih
mudah dipahami dan lebih kuat, ketimbang kalimat-kalimat panjang.
Sebetulnya tidak ada aturan wajib tentang panjang kalimat yang
dibolehkan. Namun, cobalah membatasi agar setiap kalimat yang Anda tulis
tidak lebih dari 20 kata.
4. Compelling
Tulislah
dalam bentuk kalimat aktif. Para penulis berita menggunakan kalimat
aktif karena lebih kuat dan lebih menarik. Selain itu, kalimat aktif
juga lebih pendek daripada kalimat pasif.
5. Cliché free
Kalimat
atau pernyataan klise adalah pernyataan yang sudah terlalu sering
digunakan di media. Pernyataan klise mungkin tidak akurat dan salah
arah, namun harus diakui, banyak reporter merasa sulit menghindari
pernyataan klise seperti ini.
Contoh
kalimat klise untuk penutup berita: “Kasus itu masih dalam
penyelidikan.” Kalimat klise seperti ini bisa dibilang tidak memberi
informasi tambahan apapun kepada pemirsa.
Maka,
kalimat klise ini sebaiknya diganti dengan yang lebih informatif.
Misalnya: “Polisi sampai hari ini masih belum mengetahui penyebab
kecelakaan. Polisi mengharapkan, hasil penyidikan akan dapat diungkapkan
hari Jumat besok. Reportase Trans TV akan melaporkan perkembangan ini
besok untuk Anda.”
Aturan-aturan Dasar
Ada
aturan-aturan dasar tertentu dalam penulisan berita untuk media
televisi. Aturan ini bertujuan untuk membuat isi berita tersebut lebih
mudah dipahami oleh pemirsa. Aturan ini juga akan membantu dan
memudahkan presenter atau reporter di lapangan untuk membacakan berita
tanpa kesalahan.
1. Angka
Dalam
penulisan angka, sebutkan jelas angka dari “satu” sampai “sebelas”.
Lebih dari “sebelas”, ditulis dalam bentuk angka: 12, 14, 25, dan
seterusnya.
Untuk uang senilai Rp 145.325,50 tulis saja “seratus empat puluh lima ribu rupiah” atau “145 ribu rupiah.”
Untuk
menyebut tahun, sebut apa adanya, karena presenter akan dengan cepat
memahami angka tahun. Misalnya: 1998, 2007, dan seterusnya.
2. Singkatan dan akronim
Tuliskan dengan jelas singkatan sebagaimana Anda ingin mendengarnya on air. Misalnya: ITB ditulis “I-T-B.”
Jika suatu akronim sudah cukup dikenal, biarkan seperti apa adanya di naskah. Misalnya: NATO, OPEC, BAKIN, dan sebagainya.
Namun,
jika si reporter ragu pemirsa akan memahami singkatan atau akronim itu,
gunakan saja kepanjangan lengkapnya. Hal itu lebih aman dan
menghindarkan presenter dari kemungkinan membuat kekeliruan.
3. Punctuation
Jangan gunakan punctuation dalam penulisan berita. Juga colon dan semicolon.
Koma juga jarang digunakan dalam naskah untuk menandai jeda atau
perubahan pemikiran. Presenter lebih suka menggunakan tiga titik (“…”)
untuk menandai jeda, karena lebih mudah dibaca di alat TelePrompTer.
4. Nama
Selalu
gunakan nama dan gelar secara sederhana dan bertutur. Jika Anda harus
mengidentifikasi seseorang dengan gelarnya, tuliskan gelar itu di depan
nama mereka, seperti ketika kita memberi atribusi. Kita bisa menambahkan
informasi identifikasi lain, sesudah menyebut nama.
5. Spelling
Salah
menyebut kata atau salah mengeja bisa terjadi pada presenter. Itulah
sebabnya, sebelum tampil di layar TV, mereka memang sebaiknya membaca
dulu naskah beritanya. Namun, sering hal ini tak dilakukan karena
berbagai sebab. Entah karena sekadar malas, atau berita memang ditulis
dadakan. Untuk menghindari kekeliruan, reporter yang menulis berita
perlu memberitahu presenter, tentang cara mengucapkan nama atau istilah
tertentu yang tidak biasa.
6. Grammar/Tata bahasa
Tata
bahasa yang buruk bisa berdampak jelek pada penampilan presenter. Maka,
periksalah sekali lagi naskah berita, untuk menghindari tata bahasa
yang buruk, sebelum naskah itu diserahkan ke presenter.
Lead yang Menjual
Setiap
berita harus dimulai dengan kalimat lead yang kuat. Lead yang paling
efektif biasanya mengacu ke beberapa aspek dari berita, yang dianggap
penting atau menarik bagi pemirsa. Aspek ini kita namai “hook.” Kenali
aspek dalam berita itu yang akan memancing perhatian pemirsa dan
gunakanlah pada kalimat lead. Lead semacam itu akan memelihara tingkat
perhatian dari pemirsa TV.
Referensi:
Baksin, Askurifai. 2006. Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Harahap, Arifin S. 2006. Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita. Jakarta: PT. Indeks, Kelompok Gramedia.
Ishadi SK. 1999. Prospek Bisnis Informasi di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ishadi S. 1999. Dunia Penyiaran: Prospek dan Tantangannya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Smith,
Dow. 2000. Power Producer: A Practical guide to TV news Producing – 2nd
edition. Washington: Radio-Television News Directors Association.
Wahyuni,
Hermin Indah. 2000. Televisi dan Intervensi Negara: Konteks Politik
Kebijakan Publik Industri Penyiaran Televisi. Yogyakarta: Penerbit Media
Pressindo.
Komentar
Posting Komentar
silahkan komen ya